Jumat, 15 Oktober 2010
Nasehat JIbril pada Nabi MUhammad
(Hiduplah sesukamu, (tapi ingat) sesungguhnya kamu akan mati. Berbuatlah sesukamu, ((tapi ingat), sesungguhnya kamu akan dibalas (sesuai amalmu). Cintailah apa yang kau cintai sesuka hatimu (tapi ingat), sesungguhnya kamu akan meninggalkannya. Dan ketahuilah kemuliaan seorang mukmin adalah sholatnya di malam hari dan kejayaannya adalah ketidak tergantungannya kepada manusia.
Islam mengajarkan agar ummatnya hidup mandiri dan tidak memelas apalagi jadi beban orang lain. Islam mengajarkan agar kita menjaga harga diri, martabat kita lebih-lebih martabat agama. Islampun mengajarkan agar umatnya hidup dalam kemuliaan dan meraih kemenangan.
Banyak orang yang ingin meraih kemuliaan dan kemenangan. Namun, sayangnya banyak yang keliru menempuh jalannya. Ada yang ingin mulia dan terhormat lha kok pergi ke mbah dukun minta jampi-jampi, atau pergi ke paranormal minta agar diramalkan nasibnya. Selain itu, juga masih banyak yang keliru memahami apa itu kemuliaan dan kemenangan yang sebenarnya. Banyak yang beranggapan kemuliaan ya identik dengan kekayaan, kedudukan dan ketenaran. Banyak yang menganggap kemenangan adalah kekuasaan dan sanjungan. Lha, kalau arti kemuliaan dan kemenangan saja masih belum , apalagi cara meraihnya.
Kemuliaan yang hakiki adalah kemuliaan dalam pandangan Allah SWT. Dan ukurannya bukan dalam penampilan dhohir, seperti kecantikan atau kegagahan. Namun, ukuranya adalah tingkat ketaqwaannya kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Hujurat ayat 13: Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang paling bertaqwa”.
Namun, selain memperhatikan pentingnya nilai ketakwaan kita dalam hubungan kepada Allah, kitapun masih perlu memperhatikan etika, nilai dan aturan dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab, bagaimanapun kita adalah makhluk sosial yang tidak bisa lari dari sesama. Nah, dalam bermasyarakat tentu juga ada nilai-nilai kemuliaan dan kemenangan seseorang, termasuk yang paling utama adalah kemandirian, tidak ngerepoti orang lain.
Mengambil hikmah dan kandungan hadits di atas, paling tidak ada tiga langkah utama agar mampu meraih kemuliaan dan kemenangan.
Mentalitas yang Bagus dan Tidak Nuruti Nafsu
Untuk mendapatkan kemuliaan dan kemenangan harus melalui langkah-langkah yang benar. Pertama mentalitas kita harus dibangun sebaik mungkin. Membangun mentalitas, tentu tidak lepas dari pengendalian diri dan nafsu. Oleh karena itu, kita harus betul-betul mampu menahan dan mengendalikann nafsu. Karena orang yang nuruti nafsunya dia akan hina dan rendah dalam pandangan manusia, lebih-lebih dalam pandangan Allah.
Sebagai contoh, orang yang nuruti nafsunya, bolak balik menikah, atau bolak balik nikah cerai lama kelamaan akan dicibir atau digunjing oleh masyarakat. Orang yang nuruti nasfunya berlagak sombong, keminter atau sok jagoan juga akan dijauhi bahkan dibenci masyarakat. Orang yang nuruti nafsunya, lalu minum-minuman keras semaunya, teler di jalanan dengan tampang yang awut-awutan sambil sempoyongan tentu akan menjadi hina. Di masyarakat saja tidak dihargai apalagi di hadapan Allah. Orang yang nuruti nafsunya sehingga wani korupsi uang rakyat, ngemplng hak rakyat miskin, mengkhianati amanah yang diberikan rakyat lama kelamaan juga akan jatuh hina. Bahkan orang yang nuruti nafsunya denagn cara makan sepuasnya tanpa memperhatikan kesehatan, juga akan mengalami sakit dan kalau sudah sakit tentu akan rugi sendiri. Jadi syarat pertama kalau ingin mulia dan meraih kemenangan adalah tidak nuruti nafsu.
Menguatkan Hubungan dengan Allah
Kedua, untuk mendapat kemuliaan kita harus dekat kepada Allah. Dan diantara salah satu jalan yang paling utama adalah qiyamullail (sholat malam). Malam hari adalah waktu yang istimewa lebih-lebih sepertiga akhirnya. Pada saat itu, kita sangat dianjurekan untuk bangun malam lalu bersujud dan bermunajat kepada Allah SWT. Nah, untuk bisa qiyamullail, kitapun harus awali dengan mengekang nafsu, sebab kalau sudah nuruti nafsu ya nggak bisa bangun tidur. Kalau sudah kena hangatnya selimut, mata jadi sulit melek, badan jadi aras-arasan bangun. Kalau orang sudah bisa mengarahkan nafsunya, maka dia akan mampu sholat malam. Dia akan mampu mengekang nafsunya untuk menahan kantuk atau nikmatnya tidur dalam hangatnya selimut untuk menghadap Allah dan berbisik dengan untaian kalimat dzikir serta panjatan do’a.
Kalau seseorang sudah begitu kuat hubungannya kepada Allah, ketergantungan dan keyakinannya pada Allah, maka dia sudah punya modal kuat untuk meraih kemuliaan dan kemenangan. Sebaliknya kalau orang yang tidak punya hubungan kuat dengan Allah, sebanyak apapun usaha dan modalnya dia tidak akan berhasil. Meskipun nampaknya berhasil, tapi keberhasilan itu semu dan suatu saat akan hancur. Bisa jadi dia di dunia dia sudah jatuh, atau nanti di akhirat kelak.
Ketiga, Adalah Mandiri.
Sebagai pribadi maupun sebagai umat kita semestinya bisa mandiri dalam arti tidak menggantungkan pada orang lain (istighnaauhu ’aninnaasi). Kemandirian yang perlu dibangun perlu diterapkan dalam berbadagi bidang. Pertama memelas atau meminta minta bantuan orang lain. Orang sepintar apapun tapi kalau masih tidak mandiri belum dikatakan menang. Seorang lelaki seganteng apapun tapi kalau untuk makan saja masih ndompleng orang tuanya ya belum dikatakan menang dan mulia. Islam mengajarkan umat agar berusaha untuk mandiri. Kalaupun tidak bisa membantu orang lain, paling tidak jangan ngeriwuki (membebani) orang lain.
Dari Abi Dzar Jundub bin Junadah ia berkata, “Saya matur kepada Rasulullah: “Apakah amal yang paling utama”, Beliau bersabda: “Iman kepada Allah dan jihad di jalan-Nya”. Aku bertanya lagi: “Hamba sahaya apakah yang paling utama”, beliau bersabda: “Yang paling baik dan besar harganya”. Aku bertanya: “Kalau saya tidak mampu berbuat seperti itu”, beliau bersabda: “Engkau membantu orang dengan bekerja”. Aku bertanya, “Ya Rasulallah apakah pendapatmu jika saya tidak mampu berbuat (bekerja), beliau bersabda: “Jagalah dirimu untuk berbuat buruk kepada manusia, karena itu termasuk sedekah darimu untukmu” (HR. Bukhari Muslim)
Dalam Hadits yang lain disebutkan: Jika seseorang diantara kalian mengambil tali kemudian ia membawa kayu bakar dengan talinya itu di punggungnya lalu dijual, Allah menjaga kehormatannya itu. Dan itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka memberi atau tidak” (HR. Bukhari Muslim)
Para ulama juga harus berusaha untuk mandiri, tidak mengemis atau mengekor pada pemerintah. Sebab, kalau masih mengemis pada pemerintah, akan merasa kesulitan atau paling tidak sungkan ketika akan mengoreksi atau mengkritik pemerintah.
Selain kemandirian ekonomi, kitapun harus menjaga kemandirian idiologi dan pemikiran. Kita harus betul-betul yakin bahwa idiologi, ajaran dan pemikiran kita adalah yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah. Oleh karenna itu kita jangan latah mengikuti atau makmum pada idiologi, ajaran dan pemikiran orang lain. Apalagi yang bertentangan dengan al-Qur’an dan hadits.
Kalau ummat Islam, ikut-ikutan idiologi dan ajaran orang-orang di luar Islam, maka akan hina. Kita nanti dianggap lemah dan tidak punya pegangan hidup, kalau sudah begini maka mereka akan gampang menghancurkan Islam.
Alhasil, kita harus berusaha menggapai kemuliaan, mulia di sisi Allah dan juga mulia dalam pandangan manusia.
KISAH BERPISAHNYA RUH DARI JASAD
Dalam sebuah hadist dari Aisyah RA., dikisahkan ketika Aisyah RA. sedang duduk bersila di dalam rumah, tiba-tiba Rasulullah S.A.W datang lalu masuk sambil mengucap salam. Dia segera bangun karena dia menghormati dan memuliakannya. Rasulullah bersabda, "Duduklah di tempat duduk, tidak usahlah berdiri, wahai Ummul Mukminin." Kemudian Rasulullah duduk sambil meletakkan kepalanya di pangkuannya, lalu beliau berbaring dan tertidur.
Kemudian Aisyah RA. menghilangkan uban pada janggut Rasulullah, dan didapati 19 rambut yang sudah putih. Maka terfikirlah dalam hatinya dan berkata, "Sesungguhnya baginda akan meninggalkan dunia ini sebelum aku sehingga tetaplah satu umat yang ditinggalkan olehnya nabinya." Maka dia menangis sehingga mengalir air matanya jatuh menetes pada wajah Rasulullah.
Rasulullah terbangun dari tidur seraya bertanya, "Apakah sebabnya sehingga engkau menangis wahai Ummul Mukminin?" Aisyah RA. menceritakan ungkapan hatinya. Kemudian Rasulullah bertanya, "Bagaimana kejadian yang luar biasa bagi mayat?" Aisyah RA. berkata, "Tunjukkan wahai Rasulullah!"
Rasulullah berkata, "Engkau saja yang katakan!,"
Jawab Aisyah RA. : "Tidak ada keadaan yang lebih luar biasa bagi mayat ketika keluarnya mayat dari rumahnya di mana anak-anaknya sama-sama bersedih hati di belakangnya. Mereka semua berkata, "Aduhai ayah, aduhai ibu! Ayahnya pula mengatakan: "Aduhai anak!"
Rasulullah bertanya lagi: "Itu juga luar biasa. Terus, apa lagi yang luar biasanya lebih dari itu?"
Jawab Aisyah RA. : "Tidak ada hal yang lebih luar biasa daripada mayat ketika ia diletakkan ke dalam liang lahat dan ditimbuni tanah ke atasnya. Kaum kerabat semuanya kembali. Begitu pula dengan anak-anak dan yang disayanginya semuanya kembali, mereka menyerahkan kepada Allah berserta dengan segala amal perbuatannya." Rasulullah S.A.W bertanya lagi, "Adakah lagi yang lebih luar biasa daripada itu?"
Jawab Aisyah, "Hanya Allah dan Rasul-Nya saja yang lebih tahu."
Maka bersabda Rasulullah: "Wahai Aisyah, sesungguhnya sehebat-hebat keadaan mayat ialah ketika orang yang memandikan masuk ke rumahnya untuk memandikannya. Maka keluarlah cincin di masa remaja dari jari-jarinya dan ia melepaskan pakaian pengantin dari badannya. Bagi para pemimpin dan fuqaha, juga melepaskan sorban dan mahkota dari kepalanya untuk dimandikan.
Di kala itu ruhnya memanggil, ketika ia melihat mayat dalam keadaan telanjang dengan suara yang seluruh mahluk mendengar kecuali jin dan manusia yang tidak mendengar. Maka berkata ruh, "Wahai orang yang memandikan, aku minta kepadamu karena Allah, lepaskanlah pakaianku dengan perlahan-lahan sebab di saat ini aku sedang istirahat dari kesakitan sakaratul maut." Dan apabila air disiram maka akan berkata mayat, "Wahai orang yang memandikan akan ruh Allah, janganlah engkau menyiram air dalam keadaan yang panas dan janganlah pula dalam keadaan sejuk karena tubuhku terbakar ketika lepasnya ruh," Dan jika mereka memandikan, maka berkata ruh: "Demi Allah, wahai orang yang memandikan, janganlah engkau gosok tubuhku dengan kuat sebab tubuhku luka-luka dengan keluarnya ruh."
Apabila telah selesai dari dimandikan dan diletakkan pada kafan serta tempat kedua telapaknya sudah diikat, maka mayat memanggil, "Wahai orang yang memandikanku, janganlah engkau kuat-kuatkan dalam mengafani kepalaku sehingga aku dapat melihat wajah anak-anakku dan keluargaku sebab ini adalah penglihatan terakhirku pada mereka. Adapun pada hari ini aku dipisahkan dari mereka dan aku tidak akan dapat berjumpa lagi sehingga hari kiamat."
Apabila mayat dikeluarkan dari rumah, maka mayat akan menyeru, "Demi Allah, wahai jamaahku, aku telah meninggalkan isteriku menjadi janda, maka janganlah kamu menyakitinya. Anak-anakku telah menjadi yatim, janganlah menyakiti mereka. Sesungguhnya pada hari ini aku akan dikeluarkan dari rumahku dan meninggalkan segala yang kucintai dan aku tidak lagi akan kembali untuk selama-lamanya."
Apabila mayat diletakkan ke dalam keranda, maka berkata lagi mayat, "Demi Allah, wahai jamaahku, janganlah kamu percepatkan aku sehingga aku mendengar suara ahliku, anak-anakku dan kaum keluargaku. Sesungguhnya hari ini ialah hari perpisahanku dengan mereka sehingga hari kiamat."
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un...